Waktu. Sebuah catatan sederhana, tentang apa… | by S | Sep, 2025

11TAKeUJ9g5LK4FOTSVmrVw.jpeg

Press enter or click to view image in full size

©September2025

Kosong.

Tidak ada apapun. Kulihat semua tanya dan harapan itu perlahan hilang. Bersamaan dengan waktu yang tidak pernah berhenti … juga hati yang berusaha keras menerima. Atau malah menyisakan rasa yang tidak tahu kapan akan diungkapkan.

Lupakan perihal pernah atau tidak nya merasakan hal ini sebelumnya. Bagian ini bisa jadi berbeda. Entah karena berbeda ‘rekan’ atau ‘cara kerja’ nya.

Beberapa hari yang lalu, aku kembali ke sebuah tempat yang membuatku merenungkan banyak hal. Di tempat aku kembali bertemu dengannya. Aku pun bertanya-tanya, mengapa ingin sekali kesana?

Mengunjungi tempat-tempat yang pernah kami kunjungi saat itu, membuat perasaanku campur aduk. Kadang aku tersenyum kecil, kadang menghela nafas kasar. Aku tidak pandai berbohong, apalagi menutupi perasaanku. Kembali duduk di tempat yang sama membuat hatiku sesak, bersamaan dengan mata yang memanas. Aku mulai menulis sesuatu. Tetapi, semakin keras aku memaksakan perasaan itu untuk hilang, semakin berantakan kalimat yang kutulis.

Di perjalanan pulang, aku duduk di salah satu bangku yang tersedia di stasiun. Menunggu kereta sembari menatap kosong layar ponsel. Pikiranku penuh. Hingga melewatkan kereta yang harusnya kunaiki. Tidak masalah, aku bisa menunggu lagi sampai kereta berikutnya tiba. Tidak butuh waktu lama, aku sudah duduk memandangi langit sore melalui jendela di depanku. Bahkan setelah beberapa kilometer dari tempat itu, hatiku masih terasa sesak.

Pernahkah kau merasakan hal yang sama?

Sampai akhirnya, aku berpikir bahwa “aku belum cukup”. Belum cukup berani, belum cukup dalam beberapa aspek yang tidak bisa ku jelaskan. Bahasa terus terangnya mungkin “sadar diri” . Bukan karena tidak percaya diri, aku hanya berusaha bersikap realistis.

Akan ku akhiri bab ini. Bab memberi percaya dan memberi hati untuk rasa yang belum jelas.

Menyesal? Tidak. Ku anggap itu proses dari perjalananku. Mempelajari dan memperbaiki, yang kemudian menjadikanku lebih baik dari sebelumnya.

Kembali ke tempat itu untuk menutup, dan membuka suatu hal yang baru.

Untukmu, ku perjelas bahwa “Rasa” nya masih ada, kusimpan rapi agar tidak ada yang bisa menyentuh atau mengganggu. Ku urungkan niat untuk bertanya padamu mengenai sesuatu yang emosional. Lantas, ku biarkan waktu yang menjawab.

Aku akan terus melihatmu dari tempatku berada. Aku hanya tidak lagi menahan dan mengikatmu untuk tinggal. Dengan memadamkan api harapan, ku anggap kau bebas.

Ku biarkan semua mengalir dengan sendirinya. Aliran yang tenang tanpa paksaan. Aliran yang membawa suatu hal yang lebih baik.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *