Sebentar, Tapi Berarti (Banget). Sebenernya ini cuma cerita personal… | by engzzz | Jul, 2025

Sebenernya ini cuma cerita personal. Tentang masa singkat yang, entah kenapa, sangat disyukuri. Tapi yahh, siapa tahu ini bagian dari rencana Allah. Jadi, aku ingin mencurahkan disini. And i don’t really have any readers anyway, so this just feels like a diary entry at this point. xixii
Pernah ada satu masa singkat, di antara banyaknya hari nganggur, di mana sempat ngerasain kerja. Nggak lama, tapi cukup membekas. Bukan karena kerjaannya menyenangkan, tapi karena untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, hari-hari terasa punya arah.
I don’t even know how to express how grateful I am. Walaupun harus berangkat pagi banget bahkan sebelum matahari benar-benar terbit, udara dan jalanan masih terasa sangat dingin. Tapi entah kenapa, justru itu yang bikin hati hangat.
Ada rasa senang yang sulit dijelaskan. Di tengah kantuk, ada senyum kecil yang muncul diam-diam. “Lihat deh, aku juga berangkat kerja sekarang.” Rasanya seperti menjadi bagian dari hidup yang biasanya cuma dilihat dari jendela.
Merasakan bangun pagi dan benar-benar tahu mau ngapain. Ada yang disiapin, ada rute yang harus ditempuh, ada orang-orang lain yang sama-sama bergerak di jalanan, semua terasa hidup. Walaupun perjalanan cukup jauh, hati rasanya ringan. Senang bisa merasa jadi bagian dari sesuatu.
Padahal tempat kerjanya jauh dari kata ideal. Suasana di dalamnya cenderung kosong. Waktu berjalan sangat lambat, pekerjaan datang seperti numpang lewat tanpa arah yang jelas, dan entah kenapa rasa kantuk selalu datang, bahkan sebelum siang. Beban kerja pun bukan main, harus pegang lebih dari satu peran, bahkan kadang mengerjakan hal yang di luar job desk awal. Sementara waktu istirahat hanya 40 menit, yang rasanya lebih seperti jeda napas daripada benar-benar rehat.
Dan yang paling aneh, hubungan antarkaryawan pun terasa diawasi. Saat sedang masa training yang hanya diikuti berdua, teguran datang hanya karena dianggap terlalu sering terlihat bersama. Padahal logikanya sederhana, kalau hanya berdua, wajar terlihat dekat. Tapi logika sering kalah dari prasangka.
Setelah keluar, baru tahu kalau ternyata kondisinya jauh lebih buruk dari yang kelihatan. Ada yang bilang, “beruntung keluar dari situ.”
Mungkin benar. Mungkin bukan rezekinya. Tapi tetap merasa bersyukur sempat ngerasain hari-hari yang ada artinya. Bangun pagi, pulang sore dalam keadaan lelah tapi punya arah, Sungguh.
— — —
Mungkin memang bukan tempatnya, mungkin belum rezekinya. Tapi momen itu tetap jadi pengingat, bahwa aku masih bisa merasa hidup dan bersyukur hanya karena merasa “ada”.
Dan aku berharap, segera mendapatkan penggantinya, tentunya di tempat yang lebih baik, dan dengan diriku yang juga sudah lebih baik.