Kupikir Logatku Sirna, Namun Ternyata Mengakar | by Likewritesomething | Sep, 2025

1759129375 bc1f8416df0cad099e43cda2872716e5864f18a73bda2a7547ea082aca9b5632.jpeg

2020 awal mula kejadian bermula, aku berpikir logatku setelah pindahan akan sirna tetapi pada kenyataannya bagaikan sebuah lem super yang terbawa arus.

Pembicaraan Bermula Ketika Perkuliahan Offline

“Kamu bukan orang sini ya”? Dari gaya bicaramu berbeda

Tidak hanya satu orang, bahkan beberapa orang sampai diriku menuju menyelesaikan masa kuliahku.

Sampai ada yang bertanya dengan nada lembut

“Kamu orang Sulawesi ya kak”?

“Hah? Beneran Pak? Saya bukan dari Sulawesi

“Oh, pantesan logatmu beda seperti ada o nya dari gaya bicaramu”

“Saya dari Sumatera bagian Selatan tepatnya Palembang, Pak “

Sempat memikirkan, apa mungkin karena dari kecil sudah sering menyeruput kuah cuko, makanya logatnya menempel terus? Atau karena terlalu sering makan kerupuk kemplang? Entahlah.

FYI, cuko itu kuah warna hitam kental yang khas banget buat makan pempek. Dari kecil sampai lulus SMA, aku memang tinggal di Palembang. Jadi, logat itu sudah tumbuh bareng aku.

Berkecimpung di Jawa, Melodi Abadi Terukir

Ternyata, kalau sudah tinggal lama di satu tempat lalu pindah ke tempat baru, logat lama itu sering nyelip tiba-tiba. Baru ngomong sebentar sama orang tua aja, logat Palembang langsung muncul. Refleks, nggak bisa ditahan.

Sekarang aku tinggal di Jawa. Masakannya mayoritas manis. Ada yang aku suka, ada juga yang jujur aja, bikin enek. Kadang terlalu manis. 😖

Kadang yang aku cari bukan manis, tapi gurih dan pedas. Misalnya, sate Padang. Susah banget nemu yang enak! 🔥

Berwarna Logat Dalam Sedarah

Di keluarga, aku bagaikan mempunyai sebuah kamus bahasa daerah Bahasa harianku campur-campur:

# Dibilang Jawa~ tahu sedikit
# Dibilang Madura ~ cuma tahu ngomong apa, mengucap tidak bisa
# Dibilang Palembang ~ logatnya muncul tiba-tiba

Kebetulan saat itu, keluarga dari sisi ibuku main ke rumah dan mama aku menyuruhku untuk membeli sesuatu di toko. Tahu apa yang terjadi?

Beli berapo itu nyo , beli berapa ?

Sikok yo, beli satu ?

Ada satu kerabat yang bengong dan bingung dari yang aku ucapkan tadi

“Hah? Itu maksudnya apa ujarnya dia.

Jejak Bayangan Rindu

Hidupku kayak nano-nano. Campur rasa, campur logat, campur cerita. Tapi satu yang pasti: rasa rindu itu tetap ada, pada tanah yang mengajarkan lidahku caranya berbicara.

Apalagi kalau makan nasi Padang. Gurih, asin, pedas rasanya langsung kayak di Sumatera.

Hidup harus seimbang, kan? Manis terus? Bosan. Asin terus? Haus. Tapi kalau ketemu rasa yang pas, itu baru hidup.

> Kalau orang luar punya carbonara, Palembang punya mie celor yang enggak kalah menariknya juga.

Penutup

Logat itu seperti magnet dalam hidupku ia menempel bukan tanpa alasan. Setiap logat membawa cerita, dan setiap cerita menyimpan jejak siapa aku dulu, dan siapa aku sekarang.

Namanya juga hidup, harus tetap jalan bagaimanapun juga.
Tidak apa-apa kalau sesekali sulit melupakan, karena ada kenangan yang ikut membersamai.

> Jalan-jalan ke Kota Palembang
> Jangan lupa beli tekwan
> Jadi orang jangan sombong
> Nanti tidak punya teman

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *