I will Never Beat My Father. Day, you’re a King. | by Faramedia | Sep, 2025

1 ZS4Dk8A8r8KJJUfc3Orw.png

Day, you’re a King.

Press enter or click to view image in full size

Sumber Foto: Arsip Keluarga

I thought I’m better than him. More mature than him. And more educated than him.

All of them are wrong. I’m not. Maybe I go to college and get degree. But I’m not educated myself enough. I go to school, yes. But, that doesn’t necessarily means I’m educated.

Ayah, gue kira lu cuma orang Minang pemarah gak jelas aja. Ternyata lu orang Minang pemarah gak jelas yang hebat.

Ayah gak lulus SMA. Gak kayak ayahnya temen-temen gue. Temen deket gue ayahnya sarjana, ibunya sarjana, kakaknya sarjana terapan, dianya sarjana. Kumplit dah tuh fantastic four.

Temen gue yang lain? Juga banyak yang gitu. Bahkan, ada yang S2, S3, S4, S5, dst. Mantan gue aja bokap nyokapnya ketemu di masa kuliah.

Punya ortu yang pacaran pas masa kuliah? Sungguh gue gak relate wkwkwk.

Ayah gak lulus SMA, kerjaannya main, nongkrong, melala-lala. Pas diumumin gak lulus SMA, beliau kabur ke Jakarta. Dengan modal nyuri emas mamahnya, nenek gue. Dan dengan tujuan yang gak ada. Dengan ilmu? Apalagi. Modalnya cuma satu: nekad. ‘e’ sama ‘a’ nya jangan dibalik ya.

Dia mungkin gak pergi ke sekolah formal, tapi dia punya ‘school of life’ ibarat kata Paul Arden mah. ‘If you feel you don’t qualify go to college, then don’t. Just go get some jobs.’ Katanya, gitu.

Itulah yang dilakuin sama ayah gue. Nyari duid. Find jobs. Sambil nyari dirinya sendiri jugak.

Hebat kan? Dia bisa tau teorinya Paul Arden bahkan sebelum Paul Arden nulis buku ‘Whatever You Think, Think the Opposite’.

Dari cuma lulusan SMA, ayah gue berani nikah, berkeluarga, bahkan punya empat anak!

Hidupnya cuma modal bergaul. Berteman. Ngebranding diri di circle-circle Minang. Dari situ, dia dapet modal usaha. Selalu ada aja temennya yang modalin atau bantuin doi buat cari kerja or jualan.

Dia pernah jadi supir angkot, jualan kaset, jualan klontong, jualan alkohol pun pernah. Semua udah dia lakuin. Dia juga lahir 6 tahun setelah Indonesia merdeka.

So, technically, dia ngerasain 8 era presiden Indonesia. 8 Era dengan situasi negara yang berbeda-beda, termasuk 98. But he survived. He doesn’t run. He stays.

Dia gak kabur ninggalin istri dan anak-anaknya. Dia gak nyerah. Dia hadapi semua krisis, kendala, masalah, dan beban. Anak pertamanya mau ini, anak keduanya mau itu, istrinya begini, anak ketiganya begitu. Belum lagi, 8 tahun hidup dengan 3 anak, eh lahirlah satu anak lagi yaitu gue tanpa direncanakan.

Saat itu umur beliau udah 50. Which is, harusnya beliau udah bernafas lega di sisa umurnya. Eh, ini engga. Malah nambah satu lagi.

Bisa gue bilang, beliau hampir gak ada waktu buat mikirin dirinya sendiri.

Waktu kecil sampe remaja, beliau jadi anak, jadi adik, juga jadi abang.

Ketika kabur dan bekerja, bapak beliau meninggal dunia. Terpaksa, dia lah yang harus jadi bapak untuk 6 adiknya di Sumbar sana.

Umur 24, udah jadi bapak dengan 6 anak. Itu berarti dia harus membagi hidupnya ke 6 adiknya, satu dirinya, dan 1 kakaknya, dan satu ibunya. Tough?

Dari semua polemik itu, menjadikan mentalnya kuat. Fisiknya kokoh. Kepalanya keras. Hatinya terbagi antara kasih dan masih.

‘Masih cukup kan uang untuk bulan ini?’
‘Masih bisa dicicil kan buat bulan depan?’
‘Masih ada kah sisa makan buat keluarga?’
‘Masih ada kah tabungan buat keluargaku hidup?’

Itulah isi hatinya, jiwanya, pikirannya, bahkan tidurnya. Kepalanya gak pernah istirahat. Selalu sibuk berputar. Memikirkan yang ini harus diberi untuk si ini, lalu yang itu untuk si itu, dan kemudian dan kemudian.

Kapan dia memikirkan dirinya sendiri? Gue rasa hampir gak pernah. Di saat dia menikmati makan pun (hal yang untuk dirinya sendiri) dia masih menyuapin anaknya pulak. Menyuapi istrinya, adiknya, bahkan mamang-mamangnya.

Gue bertanya, apakah gue sanggup seperti itu? I think I will never can.

His level is beyond world. Ini semua cerita singkat yang bisa gue tulis. Cerita panjangnya terpampang nyata di hidup gue. Di otak gue, di hati gue, di trauma gue.

Gue yang notabennya ‘mengembang pendidikan lebih baik’ dari ayah gue, rasanya gak akan mampu kalau ditempatkan di posisi beliau.

Gue, Gen Z mental lemah ini keknya langsung meninggal dah kalau disuruh jadi kek bokap gue. Ngurus adik, Keluarga, bahkan sekarang cucu. Ada lima biji pulak cucunya.

Belum masalah anak-anaknya, masalah anak dan mantunya, masalah anak dan dia, masalah anaknya sendiri. Banyak dah. Seolah gak pernah istirahat otaknya. Selalu penuh.

Makanya, galak.

tapi, gue liat-liat, diantara semua masalah yang dia hadepin. Hutang, cicilan, anak, istri, keluarga kecil, keluarga besar, keluarga orang, cucu, sodara, kerabat, relatives, you name it lah — dia tetep keliatan tenang.

Santuy ae. Dia masih bisa nongkrong dan pulang malem, main Vespa, pergi ke luar kota, balik kampung, main ini, main itu, ikut club mobil, touring, mancing, bahkan sekarang, LIVE TIKTOK.

Kebayang ga? 24 jamnya tuh selalu penuh. Gak pernah kosong tanpa isi. Selalu penuh makna. Itu, itu adalah contoh orang yang bisa hidup di atas idealismenya.

Keras, tapi antusias. Maju, tapi gak kaku. Idealis yang magis. My dad, everyone.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *