I am a Princess dressed in Boys clothes | by juubeig | Jul, 2025

1753827036 bc1f8416df0cad099e43cda2872716e5864f18a73bda2a7547ea082aca9b5632.jpeg

Aku tetap menjadi diriku sendiri. Aku mungkin androgyny dan tidak feminim secara penampilan, aku jarang memakai dress atau rok dan make up, tapi aku suka make up, kok.

Sifatku lebih feminim dari yang orang-orang pikirkan tentangku, karena penampilanku dan kebiasaanku, mereka selalu saja menebak aku pasti kuat, aku pasti bisa ini itu blah blah blah. But I’m just a princess dressed in boys clothes.

Aku dibesarkan Bersama adik laki-laki ku yang satu tahun enam bulan lebih muda dari diriku, kita berdua selalu disamakan mulai dari pakaian, mainan dan semua hal yang kita berdua miliki harus serba sama, tetapi dia lebih dimanja daripada diriku, tidak hanya karena dia adikku dia juga anak laki-laki pertama dalam keluargaku itu sebabnya dia lebih dimanja daripada aku, sifat manjanya sangat berdampak buruk hingga dia tumbuh besar dan aku bersyukur karena aku tidak terlalu dimanjakan seperti dia, kuingat waktu kecil mama membelikan aku es krim dan berbisik kepadaku “cepat dimakan sampai habis jangan liatin ke Fatir (adikku)” karena sifat adikku yang jelek ibuku selalu menyembunyikan barang-barang yang dibelikannya untukku, jika itu dia beli untuk adikku dia tidak akan menyembunyikannya.

Aku terbisa sedari kecil berpakaian unisex agar sama dengan adik laki-laki ku, sudah seperti Upin dan Ipin, tetapi kadang ibuku juga membelikan pakaian Perempuan untukku tapi aku lebih nyaman dengan celana, dan desain pada baju anak laki-laki jauh lebih keren menurutku.

Perawakanku mungkin lebih mirip dengan laki-laki dan sedikit disegani karena aku berpenampilan seperti ini, berambut pendek tidak menyentuh bahu dengan potongan tak terarah karena selalu kupotong agar tidak panjang, dan juga garis wajahku sedikit maskulin. Ketika aku beranjak dewasa aku mulai membeli baju dengan seleraku sendiri. Walaupun orang tuaku adalah pribadi yang religius juga keras, mereka tidak menuntutku untuk berpakaian seperti yang mereka inginkan, selagi pakaianku tidak terbuka. Mereka tidak memaksaku untuk berhijab tetapi mengomunikasikannya dengan perlahan. Namun, aku merasa belum siap dan mereka menerimanya. Bagimana bisa mereka menerimanya?

Salah satu hal yang paling kusyukuri adalah memiliki orang tua yang mau mendengar dan berbagi cerita bersama anaknya, kami empat bersaudara diizinkan untuk berbagi pendapat dengan mereka, menceritakan masalah apa saja yang kami hadapi. Aku menceritakan kepada kedua orang tuaku kalau aku lebih rentan terkena pelecehan seksual ketika memakai baju yang feminim, aku seperti sasaran empuk para laki-laki, dan dengan berpakaian yang mungkin terlihat maskulin, aku akan disegani. Aku tidak akan mengatakan kalau memakai pakaian tertutup akan menjauhkan Perempuan dari pelecehan, yah!

Aku pernah berjalan kaki ke sekolah mengenakan seragam olagraga dengan jilbab Panjang menutupi dada, tiba-tiba ada laki-laki tidak dikenal mengendarai motor bolak-balik sekitar beberapa kali, dia menungguku lengah lalu menyambar dadaku, yang reflek kulakukan adalah ingin mengejar laki-laki tersebut, tetapi aku terdiam karena shock, akupun mengambil batu dan hendak melempar. Namun, motornya melaju, bahkan lebih laju dari angin pagi itu. Aku berjalan dengan air mata dan amarah, ingin mengebiri laki-laki bejat itu. lebih dari sekali pelecehan yang telah aku dapati. Sangat berpengaruh pada prespektifku terhadap laki-laki juga bagaimana diriku berpenampilan.

Tetapi anehnya aku mempunyai 4 teman laki-laki dan cukup dekat dengan diriku, kenapa aku bisa percaya mereka? mungkin karena mereka sampai kapanpun tidak akan tertarik dengan diriku, karena kepribadian mereka juga feminim. dari mereka aku tau bahwa tidak hanya perempuan yang bisa mendapat pelecehan seksual tetapi laki-laki juga. we are the same in the eye of lust people…

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *