Aku, yang Hidup dalam Kata. Aku hidup dalam kata, sebab di luar… | by arletta | Oct, 2025

1dm5L0UWQzOCTvl8VLJhzYA.jpeg

Press enter or click to view image in full size

Namaku Letta. Aku sudah lama jatuh cinta pada menulis. Lewat tulisan, aku bisa menyimpan hal-hal yang tak sanggup kuutarakan. Kadang aku menciptakan cerita sendiri, karena aku penulisnya—aku bebas memilih akhir yang kuinginkan.

Teman-temanku sering bilang aku pandai merangkai kata. Beberapa kali mereka meminta bantuanku, bahkan aku pernah menuliskan kata-kata terakhir untuk closure seorang teman pada pasangannya. Mereka bercerita, aku yang merangkai. Lucu, ya? Tapi sebenarnya, hanya sedikit orang yang tahu aku menulis seperti ini. Selama ini, catatan ponsel, buku, dan pena adalah sahabat yang paling setia mendengar kisah-kisahku. Sampai awal tahun kemarin, untuk pertama kalinya aku memberanikan diri mempublikasikan tulisan dengan nama asliku—bukan samaran. Kemajuan kecil, tapi berarti besar bagiku.

Aku INFJ. Mungkin katanya rumit, tapi aku hanya seorang penyuka manis yang gemar matcha dan susu. Dari sekian banyak varian, hanya orang tertentu yang tahu mana yang selalu kupilih. Aku juga pecinta warna pink, pembenci daun bawang (serius, siapa yang pertama kali menjadikannya topping?), penikmat pedas manis yang sering diledek saat memesan makanan, dan penggemar kecap yang tak pernah ketinggalan.

Aku tidak tahan mendengar nada keras. Rasanya seperti dibentak, meski sebenarnya bukan untukku. Orang bilang aku sering memberi silent treatment. Ya, aku akui, itu caraku menenangkan kepala—memberi jeda sebelum kata-kata meledak. Aku butuh diam, tapi aku juga mudah luluh, bahkan kadang bisa kembali tenang dengan sendirinya.

Aku sering jadi tempat banyak orang bercerita, dan aku senang dibutuhkan. Tapi ketika mereka balik bertanya kenapa aku jarang bercerita, aku hanya tersenyum. Bukan karena aku tak percaya, tapi karena kata-kata lebih mudah lahir di kertas daripada di suara. Aku terbiasa menemani, tapi sering ragu meminta ditemani, takut merepotkan.

Aku sempat bertanya-tanya, apakah kata “aku–kamu” di zaman sekarang hanya digunakan untuk orang yang benar-benar dekat saja? Soalnya, waktu awal kuliah, seorang teman laki-laki sempat kaget saat kusapa dengan “kamu.” Padahal bagiku itu hal yang biasa. Setelah dijelaskan oleh temanku, aku belajar menggunakan “lo–gue.” Walau begitu, sesekali aku kembali ke kebiasaanku.

Aku hanya Letta, yang masih belajar — tentang kata, tentang dunia, tentang orang, juga tentang dirinya sendiri.
Selamat datang di ruang kecilku. Jika suatu hari nanti kamu menemukan dirimu di antara tulisanku, anggap saja kita sedang duduk bersama, berbagi keheningan yang sama.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *